Ka’b Ibn Zuhair penyair Arab kenamaan adalah penyair dari keluarga penyair.
Ayahnya, Zuhair; kakeknya, Abu Sulma; kedua bibinya Khansa dan Sulma;
saudaranya, Bujair; kedua sepupunya Tamadhir dan Shakhr; keponakannya, ‘Uqbah
Ibn Bujair; dan cucunya, ‘Awwam Ibn ‘Uqbah; kesemuanya adalah penyair terkenal
di zaman Jahiliyah.
Ketika Nabi Muhammad SAW mendakwahkan keesaan Tuhan dan dimusuhi oleh kaumnya
yang bertuhan banyak, Ka’b adalah salah seorang di antara sekian banyak penyair
yang gigih melawan Nabi dengan syair-syairnya. Rasulullah SAW dan kaum muslimin
menjadi bulan-bulanan puisi-puisi hijaa-nya.
Pada saat kaum muslimin menaklukkan Mekkah pada tahun 8 Hijriyah, Ka’b
termasuk salah satu musuh kaum muslimin yang melarikan diri. Sampai saudaranya,
Bujair, menyarankan kepadanya agar ia menemui Rasulullah SAW. Bujair
meyakinkannya bahwa siapa yang datang kepada Rasulullah dan mengaku salah, pasti
akan diampuni.
Begitu Ka’b datang menghadap Rasulullah SAW beberapa orang Ansor langsung
berdiri ingin menghajarnya. Tapi seperti biasa, Rasulullah SAW dengan sareh
mencegah mereka dan mendengarkan penyair itu menyatakan penyesalannya. Melihat
ketulusan Ka’b dalam penyesalan dan tobatnya, Rasulullah SAW pun mengampuninya.
Bahkan ketika Ka’b membacakan puisinya Banaat Su’aad, Rasullah SAW
menghadiahinya burdah, semacam mantel bulu.
Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW memang dikurniai sifat penyayang dan pemaaf.
Tuhannya memang merahmatinya untuk menjadi demikian. Dalam kitab suci
Al-Qur’an, Allah berfirman kepada utusannya itu: “Fabimaa rahmatin minaLlaahi
linta lahum…” (Q. 3: 159) “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu lemah
lembut terhadap mereka. Seandainya engkau kasar dan berhati kaku, tentulah
mereka akan lari menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka tentang
urusan (kalian). Kemudian bila kamu sudah membulatkan tekad, bertawakkallah
kepada Allah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”
Berapa banyak tokoh-tokoh kafir Mekkah yang sebelumnya begitu sengit
memusuhi Rasulullah SAW, ketika beliau dan kaum muslimin menaklukkan Mekkah,
diampuni oleh Rasulullah SAW.
Dulu waktu kejam-kejamnya orang Arab menyakiti Rasulullah SAW dan malaikat
meminta beliau berdoa bagi kehancuran mereka, Rasulullah SAW malah berdoa penuh
kasih sayang, “Ya Allah berilah kaumku petunjuk; mereka tidak mengerti.”
Secara lahiriah, seandainya sikap Rasulullah SAW tidak penyayang dan pemaaf,
pastilah Abu Sufyan Ibn Harb pemimpin orang-orang kafir Mekkah; istrinya Hindun
yang pernah mengunyah-ngunyah jantung sayyidina Hamzah; Khalid Ibn Walid; ‘Amr
Ibn ‘Ash; ‘Ikrimah Ibn Abi Jahal; dan banyak lagi tokoh-tokoh kafir lainnya
yang semula memusuhi Raasulullah, tidak akan menjadi muslim-muslim yang baik
dan pahlawan-pahlawan Islam.
Dalam hadis-hadis sahih, banyak kita dapati kisah-kisah yang menunjukkan
betapa Nabi Muhammad SAW dalam kesehariannya; baik dalam keluarga maupun dalam
pergaulan kemasyarakatannya, sangat menonjol sifat-sifat kemanusiaannya. Beliau
lemah-lembut kepada siapa saja, penyayang, pemaaf, dan murah hati kepada
sesama. Beliau tidak menyukai kekasaran dan kekerasan.
Sebagi gambaran, pernah datang orang-orang Yahudi dan mengatakan “Assaam
‘alaikum” (Semoga kematian bagimu). Rasulullah SAW pun menjawab: “Wa’alaikum;”
sementara sayyidatina ‘Aisyah r.a. isteri beliau yang mendengar ucapan Yahudi
itu menjawab, “’Alaikumus saam wal la’nah!” (Semoga kematian dan laknat bagi
kamu!”)
Rasulullah SAW pun menegur isterinya, “Tenanglah, ‘Aisyah; jangan kasar
begitu!” Istrinya masih menjawab, “Apa Rasulullah tidak mendengar ucapan mereka?”
Dengan lembut Rasulullah SAW bersabda, “Aku mendengar, dan aku sudah
membalasnya dengan mengatakan ‘Wa’alikum’ (Dan juga kamu).”
Sumber: Facebook Ahmad Mustofa Bisri
0 komentar :
Posting Komentar